Jumat, 04 Januari 2019

BAB 8 PROMOSI DAN PEMINDAHAN




1.  Jalur Promosi
Kesempatan untuk maju di dalam organisasi sering disebut sebagai promosi (naik pangkat). Suatu promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang cenderung lebih tinggi. Jalur promosi merupakan sebuah gambaran struktur tingkatan jabatan. Lebih sederhananya lagi diartikan sebagai sebuah pertanyaan yaitu “selanjutnya jabatan apa yang levelnya lebih tinggi dari jabatan ini?”.

Pada umumnya, jalur promosi terbatas pada suatu departemen atau bagian saja. Jadi, misalnya seorang pejabat di bagian produksi, maksimum hanya bisa naik pangkat sampai direktur produksi. Perencanaan jalur promosi akan lebih jelas apabila digambarkan melalui suatu bagan.


2.  Dasar-dasar Promosi
Menurut Martoyo (1994:65-66) “Umumnya terdapat dua dasar untuk mempromosikan seseorang, yakni:a) kecakapan kerja (merit);b) senioritas. Bagi penentu kebijaksanaan dalam suatu organisasi tentunya lebih cenderung menggunakan kecakapan kerja atau merit tersebut sebagai dasar suatu promosi. Sebab kompensasi yang baik adal
ah dasar untuk kemajuan seseorang. Namun, bagi umumnya anggota organisasi atau pegawai lebih cenderung pada senioritas. Sebab umumnya mereka berpendapat bahwa dengan makin lama masa kerja pegawai, kecakapan mereka akan menjadi lebih baik. Mereka pada umumnya menganggap bahwa dasae kecakapan kerja tersebut masih mengandung judgement, sehingga dianggap masih belum objektif. Namun ternyata, tidaklah semudah yang diduga untuk mengukur objektivitas promosi tersebut.” Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa kasus tertentu terdapat pegawai senior yang dipromosikan terlebih dahulu. Pegawai senior disini dimaksudkan pegawai yang mempunyai masa kerja paling lama diorganisasi tersebut. Keuntungan sistem senioritas tersebut, adalah adanya prinsip objektivitas. Pegawai yang akan dipromosikan, ditentukan berdasarkan catatan senioritas yang ada diorganisasi.

Walaupun organisasi telah secara tegas dan jelas mencantumkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan melaksanakannya ketentuan untuk promosi tersebut sebaik-baiknya, tetapi kemungkinan terjadi kesalahan atau kekeliruan dapat saja terjadi, bila kandidat tersebut pandai dalam mendekati atasan. Dalam kaitan ini berarti kemungkinan pertimbangan bakat dan kemampuan dapat terkalahkan, sehingga didapatkan pejabat yang promosi tersebut kurang bias diterima oleh semua pihak.

Dengan demikian, tidak ada jaminan penuh bahwa pegawai yang dipromosikan benar-benar memenuhi harapan organisasi. Oleh karena itu, suatu analisis yang matang mengenai potensi pegawai yang bersangkutan perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Analisis yang demikian menjadi semakin penting apabila dikaitkan dengan das sains (senyatanya) bahwa kecakapan kerja atau kemampuan kerja setiap pegawai adalah terbatas. Artinta tidak mustahil bahwa seseorang pegawai menunjukkan prestasi kerja tinggi pada pekerjaan dan posisinya sekarang, tetapi karena sebenarnya yang bersangkutan sudah mencapai puncak kompetensinya, tidak lagi mampu berprestasi hebat pada posisi yang lebih tinggi. Dalam hal demikian mempromosikan seseorang akan membawa kerugian, bukan hanya bagi yang bersangkutan, tetapi juga bagi organisasi.

3.  Kecakapan Kerja “versus” Senioritas
Berbagai argumentasi tentang kebaikan kecakapan kerja mupun senioritas sering tidak bisa diputuskan untuk memilih mana yang lebih baik. Misalnya, memang diakui bahwa semakin lama seorang bekerja pada suatu organisasi, semakin berpengalaman dia.  Namun, kecakapannya akan selalu meningkat ? masalah seperti ini menjadi lebih sulit, apabila organisasi dihadapkan pada suatu situasi sehingga memerlukan perubahan (perubahan cara kerja, organisasi atau hubungan kerja). Mereka yang lebih senior sering justru sulit untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Mereka sudah terlampau terbiasa dengan cara kerja lama, misalnya, sehingga sulit memahami cara kerja baru.

Sebaliknya penggunaan dasar kecakapan kerja akan menjamin bahwa hanya mereka yang cakaplah yang bisa dipromosikan. Masalahnya adalah siapa yang menentukan kecakapan ini ? Bukankah penentuan kecakapan kerja bagaimanapun merupakan suatu penilaian, yang tidak akan luput dari kesalahan maupun subyektifitas ? Pada umumnya, karyawan khawatir kalau terjadi masalah “like” dan “dislike” dalam penilaian ini. Karena itu, di dalam penentuan dasar untuk promosi sering digunakan suatu kompromi antara dasar kecakapan kerja dan senioritas ini. Komprominya bisa dinyatakan misalnya dengan : apabila ada para pejabat yang mempunyai kecakapan yang sama, maka pejabat yang lebih seniorlah yang akan dipromosikan. Atau, apabila ada dua pejabat yang mempunyai senioritas yang sama, maka pejabat yang lebih cakaplah yang akan dipromosikan.

Meskipun demikian cara ini juga mengandung masalah, seperti misalnya, bagaimana kalau karyawan A lebih senior daripada B, tetapi kalah cakap dibandingkan dengan B. Siapa yang akan dipromosikan ? Demikian pula sebaliknya. Untuk mengatasi hal ini, biasanya ditentukanlah persyaratan minimum baik untuk senioritas maupun untuk kecakapan kerja. Jadi misalnya, untuk dipromosikan ke jabatan X, minimum kecakapan kerjanya adalah P “point”. Dengan demikian apabila ada dua orang karyawan yang sama-sama bisa mencapai p point tersebut, maka karyawan yang lebih seniorlah yang akan dipromosikan.

Bentuk kompromi untuk dasar kenaikan pangkat, bisa tidak hanya menyangkut masalah kecakapan kerja dan senioritas saja. Misalnya, untuk tenaga-tenaga pengajar di perguruan tinggi digunakan berbagai dasar yaitu; di samping masa kerja, adalah bidang pendidikan dan pengajaran, publikasi ilmiah, pengabdian kepada masyarakat, loyalitas pada Universitas dan kegiatan lain-lain. Jadi di sini Nampak bahwa prestasi kerja dijabarkan dalam berbagai faktor yang lebih terperinci. Di samping kompromi untuk dasar kenaikan pangkat, penggunaan dasar kecakapan kerja dan senioritas juga digunakan dalam merancang struktur upah. Kompromi antara kedua dasar tersebut bisa dilihat dalam gambar ini.


Untuk gambar a, ditunjukkan bahwa senioritas menjadi dasar pengupahannya, baru ditambah dengan kecakapan untuk bisa mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Sedangkan gambar b menunjukkan bahwa untuk jabatan-jabatan yang hanya memerlukan keterampilan rendah penggajiannya didasarkan atas senioritas, sedangkan untuk keterampilan tinggi, didasarkan atas kecakapannya.

4.  Demosi
Demosi adalah penurunan jabatan dalam suatu instansi yang biasa dikarenakan berbagai hal. Dapat dipastikan tidak ada seorang pegawai pun yang senang mengalami hal ini. Pada umumnya demosi dikaitkan dengan pengenaan suatu sanksi disiplin karena berbagai alasan, seperti :

a.    Penilaian negatif oleh atasan karena prestasi kerja yang tidak/kurang memuaskan
b.    Perilaku pegawai yang disfungsional, seperti tingkat kemangkiran yang tinggi
Situasi lain yang ada kalanya berakibat pada demosi karyawan ialah apabila kegiatan organisasi menurun, baik sebagai akibat faktor-faktor internal maupun eksternal, tetapi tidak sedemikian gawatnya sehingga terpaksa terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal demikian suatu organisasi memberikan pilihan kepada para karyawannya yaitu, antara demosi dengan segala akibatnya dan pemutusan hubungan kerja dengan perolehan hak-hak tertentu seperti pesangon yang jumlahnya didasarkan atas suatu rumus tertentu yang disepakati bersama.

5.  Definisi Mutasi (Pemindahan)
Mutasi (pemindahan) atau transfer  menurut Wahyudi (1995) adalah perpindahan pekerjaan seseorang yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi pekerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas, dan tanggung jawab yang baru adalah sama seperti sebelumnya. Mutasi (pemindahan) atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain dalam bidang yang berbeda di suatu perusahaan. Pemindahan ini  terkadang dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi pada waktu mendatang. Para ahli berpendapat bahwa mutase (pemindahan) adalah proses yang secara hukum sah dilakukan dilingkungan pemerintah.

Oleh karena itu, mutasi harus dipahami sebagai berkah, karena dengan mutase ini, pegawai banyak diuntungkan ketika berbicara tentang karier. Tetapi, terkadang pada pihak yang merasa nyaman dengan jabatan dan lingkungan kerjanya, mutase adalah siksaan, serta tidak dapat dipungkiri bahwa mutase merupakan sebuah kata yang seram ditelinga pejabat atau staff pemerintah. Hakikatnya mutasi (pemindahan) adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan.

A. Tujuan Mutasi (Pemindahan)
              Tujuan mutasi (pemindahan) menurut Mudjiono (2000) adalah :
1.   Meningkatkan produktivitas karyawan
2.  Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan
3.  Memperluas atau menambah pengetahuan karyawan
4.  Menghilangkan rasa bosan/jenuh terhadap pekerjaannya
5.  Memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi
6.  Alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui pesaingan terbuka
7.  Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan

6.  Rencana Promosi dan Pemindahan
Banyak perusahaan dalam merencanakan promosi dan pemindahan, perusahaan seperti ini tidak dapat mempunyai pegangan / ketentuan tentang dasar-dasar promosi atau pemindahan. Sehingga dari tahun ke tahun tidak sama ketentuannya dasar promosi maupun pemindahan, sehingga banyak terdapat pada unsur”-unsur subjektif.

Untuk menghindari hal-hal tersebut,  sebaiknya suatu perusahaan membuat rencana yang jelas unntuk suatu promosi maupun pemindahan untuk keperluan tersebut perusahaan harus menetapkan dan membuat :

a.   Hubungan horizontal dan vertikal dari masing-masing jabatan
b.  Penilaian kecakapan karyawan
c.   Ramalan-ramalan lowongan dan data pegawai



DAFTAR PUSTAKA

Dr. M. Kadarisman. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Fahmi, Irham. 2016. Pengantar Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Mitra Wacana Media

Husnan, Heidjrachman Suad. 2000. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE

0 komentar:

Posting Komentar