PEREKONOMIAN INDONESIA
DEWASA INI
Pada kesempatan ini saya akan membahas
kondisi perekonomian Indonesia saat ini, dan banyak banyak sumber yang
memberikan bagaimana Pertumbuhan Perkonomian Indonesia untuk itu saya akan
mengkajikannya dan beserta sumber dari data tersebut.
Sebelum kita lihat Perkembangan dan
Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Tahun 2016, sebaiknya kita lihat bagaimana
Perkembangan dan Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Tahun 2015.
Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia 2015
1.
Laporan
Triwulanan Perekonomian Indonesia, Maret 2015: Harapan besar
·
Reformasi subsidi bahan bakar yang tepat telah
membuka jalan bagi APBN 2015 yang direvisi, anggaran pertama oleh pemerintah
yang baru, untuk mengalihkan alokasi belanja ke berbagai prioritas pembangunan,
terutama belanja modal, yang mendapat anggaran dua kali lipat dibanding tahun
2014.
·
Penerimaan berada dalam tekanan. Penerimaan dari
minyak dan gas, menurut proyeksi Bank Dunia, akan menurun sebanyak 57 persen
pada tahun 2015. Ini berarti kenaikan total penerimaan seperti pada tahun 2014
akan sulit tercapai, dan bertolak belakang dengan adanya kenaikan sasaran
penerimaan sebesar 14,6 persen.
·
Belanja modal pemerintah sepertinya tidak akan
meningkat sesuai yang dianggarkan, tidak hanya karena hambatan dalam eksekusi,
tapi juga akibat pengurangan anggaran di beberapa bidang untuk memenuhi batas
defisit fiskal sebesar 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Belanja
infrastruktur yang lebih besar oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa lebih
meningkatkan investasi tetap, tetapi kuantitas dan kualitas belanja ini masih
belum bisa dipastkan.
·
Ekonomi Indonesia terus berada dalam tekanan
akibat turunnya harga dan permintaan komoditas global, terutama dari Tiongkok,
yang berkontribusi terhadap berkurangnya pertumbuhan PDB menjadi 5,0 persen
pada tahun 2014. Bank Dunia memperkirakan PDB akan sedikit naik, menjadi
rata-rata 5,5 persen pada 2016, karena didorong oleh naiknya pertumbuhan
investasi tetap, yang dibantu naiknya belanja infrastruktur (meski masih belum
mencapai sasaran). Ekpor diperkirakan akan pulih secara perlahan, dan investasi
akan menaikkan impor, sehingga pada base case, net ekspor
diperkirakan tidak akan menjadi pendorong utama pertumbuhan.
·
Porsi besar melambannya pertumbuhan sejak tahun
2012 adalah akibat penurunan potensi tingkat pertumbuhan menjadi 5,5 persen
atau kurang, dan bukan sekadar satu kali penurunan pertumbuhan akibat turunnya
harga komoditas. Laporan edisi Maret ini membahas peran sektor sumberdaya alam
selama periode ledakan komoditas, dan mengkaji proyeksi ke depan yang penuh
tantangan. Agar sumberdaya alam Indonesia yang sangat besar bisa lebih berperan
dalam pembangunan, manajemen publik yang efektif, serta kerangka kerja
kebijakan yang kuat untuk membuat regulasi, akan menjadi sangat penting.
·
Defisit neraca berjalan diperkirakan rata-rata
masih sekitar 3,0 persen dari PDB, akibat beberapa faktor struktural, ekspor
yang melemah, dan naiknya impor dengan menguatnya investasi. Turunnya harga
minyak secara tajam sejak pertengahan 2014 telah mengurangi defisit
perdagangan, tetapi turunnya netimpor minyak diperkirakan akan tergantikan
oleh semakin turunnya penerimaan dari ekspor gas.
·
Harga beras melonjak pada bulan Februari, dan
mengangkat masalah struktural pada pasar beras Indonesia, dimana pengelolaanya
menciptakan distorsi dan terhambat oleh kurangnya data yang akurat dan tepat
waktu. Consumer Price Index sudah menurun, terutama akibat turunnya harga bahan
bakar minyak sejak Januari, meskipun inflasi masih tetap ada pada tingkat 5,0
persen tahun-ke-tahun.
·
Seperti mata uang negara-negara berkembang lain,
Rupiah mengalami depresiasi signifikan terhadap US Dollar, tetapi sejak
pertengahan 2014 telah terapresiasi dalam hal perdagangan riil. Sistem
penetapan harga BBM yang baru mengurangi risiko fiskal akibat semakin
menguatnya US Dollar, asalkan diterapkan secara konsisten.
·
Agenda besar reformasi pemerintah telah mencapai
beberapa keberhasilan awal dan membawa harapan besar. Untuk mempertahankan
upaya pengentasan kemiskinan serta pertumbuhan yang lebih cepat, saat ini
diperlukan fokus pada aspek implementasi. Pemerintah tengah memberikan
prioritas pada percepatan prosedur izin usaha, dan telah membuat momentum awal
yang kuat. Tetapi Pemerintah masih menghadapi tantangan kompleks untuk bisa
melanjutkan implementasi reformasi dalam langkah-langkah operasional.
2.
Laporan
Triwulanan Perekonomian Indonesia, Juli 2015: Maju Perlahan
08 Juli 2015
·
Pertumbuhan diproyeksikan sebesar 4,7% untuk
tahun 2015, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2% karena pertumbuhan
output riil melambat menjadi 4,7% tahun-ke-tahun pada kuartal pertama 2015,
laju pertumbuhan paling lambat sejak 2009.
·
Investasi tetap yang menurun serta melemahnya
konsumsi masyarakat belakangan ini telah menurunkan pertumbuhan PDB Indonesia.
Namun pertumbuhan Indonesia masih relatif tangguh dibanding negara-negara lain
yang mengekspor komoditas ke Tiongkok, seperti Brasil dan Afrika Selatan.
·
Investasi tetap memberi kontribusi 1,4% kepada
pertumbuhan PDB tahun-ke-tahun pada kuartal pertama 2015 – atau setengah dari
rata-rata kontribusi per tahun selama 2010-2012. Konsumsi masyarakat hanya
tumbuh 4,7% tahun-ke-tahun pada kuartal pertama, dibandingkan dengan rata-rata
tingkat pertumbuhan 5,3% tahun lalu. Konsumsi masyarakat merupakan 55% sumber
total belanja PDB dan berdampak besar pada pertumbuhan.
·
Melemahnya laju pertumbuhan telah berimbas pada
lesunya pembukaan lapangan kerja, dengan tingkat pertumbuhan tenaga kerja yang
hanya cukup untuk menyerap peningkatan populasi usia kerja saja.
·
Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk
merespon. Indonesia dapat menaikkan defisit belanja namun tetap dalam batasan
aturan fiskal sebesar 3% dari PDB, agar bisa meningkatkan belanja proyek-proyek
infrastruktur yang menjadi prioritas. Pada sisi pendapatan, pemerintah telah
memberlakukan beberapa kebijakan penting, seperti sistem pengajuan pengembalian
pajak elektronik dan perbaikan strategi audit pajak penghasilan. Masih perlu
tindakan tambahan untuk terus meningkatkan pendapatan yang ditargetkan naik 30%
dalam APBN tetapi turun 1,3% hingga bulan Mei 2015.
·
Pertumbuhan yang terus berjalan lambat, disertai
menurunnya harga minyak dunia, turut mempersempit defisit transaksi berjalan
menjadi 1,8% dari PDB pada kuartal pertama. Data perdagangan bulan April dan
Mei menunjukkan penurunan lebih lanjut pada sektor impor – yang biasanya tidak
terjadi pada bulan-bulan menjelang Ramadan.
·
Meskipun pertumbuhan kredit melambat, aktivitas
ekonomi melemah, dan harga bensin dan solar tidak berubah sejak Maret, inflasi
bergerak semakin cepat dalam beberapa bulan terakhir, melebihi 7%
tahun-ke-tahun pada bulan Mei dan Juni. Kenaikan harga pangan secara luas
merupakan alasan utama kenaikan harga konsumen secara signifikan.
·
Pertumbuhan investasi tetap diperkirakan akan
meningkat pada semester kedua tahun ini, namun tidak setinggi yang
diproyeksikan sebelumnya akibat belanja negara yang lebih rendah dari yang
diharapkan dan meningkatnya investasi swasta.
·
Risiko utama terhadap prospek ke depan sebagai
dampak dari harga komoditas yang tetap rendah dan penurunan lain terkait
aktivitas ekonomi cenderung memburuk. Ketentuan perdagangan yang melemah terus
memberikan tekanan terhadap laba perusahaan dan pendapatan rumah tangga, yang
merupakan suatu risiko utama bagi prospek permintaan dalam negeri.
·
Laporan Triwulanan Ekonomi Indonesia edisi kali
ini juga membahas keberlanjutan defisit transaksi berjalan serta bagaimana agar
reformasi subsidi bahan bakar minyak bisa terus berjalan. Laporan ini juga
membahas potensi energi panas bumi yang teramat besar dan perlunya lingkungan
regulasi yang lebih kondusif bagi investasi di sektor ini. Selain itu, edisi
ini membahas program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang telah membantu
pendanaan bagi 220.000 sekolah dasar dan menengah pertama sejak mulai
dijalankan 10 tahun yang lalu.
3.
Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia,
Oktober 2015: Di Tengah Volatilitas Global
·
Ketidakastian global telah membuat manajemen
ekonomi makro di Indonesia semakin sulit dan risko pelambatan pada proyeksi
jangka pendek semakin besar.
·
Baseline proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia
untuk 2015 tetap 4,7%. Pertumbuhan diharapkan sedikit meningkat menjadi 5,3%
pada 2016, yang mencerminkan kondisi eksternal yang membaik dan belanja modal
negara yang lebih tinggi.
·
Proyeksi pertumbuhan Indonesia akan terpengaruh
beberapa risiko, termasuk normalisasi tingkat suku bunga di Amerika Serikat,
terus melambatnya mitra dagang utama termasuk Tiongkok, dan melemahnya sektor
korporasi akibat depresiasi mata uang dan turunnya marjin keuntungan.
·
Pemerintah memahami perlunya meningkatkan
tingkat kepercayaan dunia usaha serta iklim investasi untuk meningkatkan
pertumbuhan dan telah mengambil beberapa langkah penting. Pada bulan September
dan Oktober, pemerintah mengumumkan serangkaian paket yang difokuskan pada
mengurangi beban regulasi dan menurunkan biaya usaha.
·
Belanja modal pemerintah juga sudah naik lebih
cepat pada kuartal ketiga, yang diperkirakan naik 21,4% secara riil dalam
sembilan bulan pertama tahun 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Belanja pemerintah ini diharapkan akan menunjang investasi tetap dan
pertumbuhan.
·
Investasi tetap masih menjadi penyebab utama
pelambatan ekonomi meski konsumsi masyarakat juga tumbuh secara moderat, yang
berkontribusi pada pertumbuhan PDB yang moderat di tingkat 4,7% tahun-ke-tahun
pada kuartal kedua.
·
Permintaan domestik melambat dan impor yang
lemah telah mengurangi defisit transaksi berjalan hingga setengahnya dibanding
tahun lalu. Pada saat yang sama, neraca transaksi keuangan turun secara
signifikan akibat mengetatnya kondisi keuangan untuk semua pasar negara
berkembang sejak Juni.
·
Defisit transaksi berjalan sedikit bertambah
menjadi 2,1% PDB pada kuartal kedua 2015, dari 1,9% di kuartal sebelumnya.
·
Kemarau akibat El Niño juga membawa risiko bagi
pertumbuhan Indonesia. Kondisi El Niño yang lebih parah bisa meningkatkan harga
beras sebesar 10% pada tahun ini, juga inflasi CPI setidaknya sebesar 0,3
hingga 0,6 persen. Keluarga miskin yang menggunakan sebagian besar pemasukan
mereka untuk pangan akan terkena dampak dari harga-harga yang lebih tinggi.
·
Edisi laporan kali ini membahas program jaminan
kesehatan nasional Indonesia serta kendala yang dihadapi agar mencapai akses
universal kesehatan dan mendukung tujuan sosial dan ekonomi yang lebih luas.
·
Laporan juga mengangkat masalah perumahan yang
terjangkau. Ada momentum politik yang kuat untuk menambah jumlah rumah yang
terjangkau, namun belanja di sektor ini masih perlu lebih efektif dan merata.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan
tiga tahun 2015 lebih baik dari triwulan sebelumnya, Badan Pusat Statistik
melaporkan.
Meski begitu, pengamat berpendapat pemerintah harus tetap
waspada karena pertumbuhan itu bergantung kepada faktor eksternal, terutama
nilai tukar rupiah.
Hari Kamis (05/11) BPS melaporkan, ekonomi Indonesia pada
triwulan tiga 2015 tumbuh 4,73% terhadap triwulan tiga 2014. Ini peningkatan
dibanding 4,67 % pertumbuhan pada triwulan sebelumnya (April-Juni), yang
merupakan angka terendah selama enam tahun.Laju pertumbuhan melambat dibanding
capaian triwulan tiga tahun 2014, yang tumbuh 4,92%.Berdasarkan pernyataan di
situs resmi BPS, pertumbuhan didorong dari sisi produksi dan pengeluaran.
Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh hampir semua
lapangan usaha. Capaian tertinggi ialah usaha Informasi dan Komunikasi, yang
tumbuh 10,83 persen.Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi
dicapai Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 6,56%, diikuti
Komponen Pengeluaran Konsumsi LNPRT dan Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga.
Tadi kita
bisa lihat Perekonomian Indonesia 2015, sekarang saya akan memberikan informasi
yang saya dapat keaadaan Perekonomian Indonesia 2016
Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia 2016
1.
Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia,
Maret 2016: Investasi Swasta Diperlukan
·
Belanja infrastruktur pemerintah menaikkan
pertumbuhan ekonomi menjadi 5,1% untuk tahun 2016. Namun, investasi sektor
swasta sangat penting dalam melengkapi belanja pemerintah untuk mendukung
pertumbuhan.
·
Pertumbuhan global yang lemah pada tahun 2015
telah berdampak pada Indonesia, dengan pertumbuhan hanya sebesar 4,8% tahun
lalu. Pertumbuhan Indonesia pada tahun 2015 cukup baik untuk negara pengekspor
komoditas, tetapi belum cukup untuk menyerap sekitar 3 juta anak muda yang baru
masuk dalam pasar tenaga kerja, juga tidak cukup untuk membalik tren
pengentasan kemiskinan yang melambat.
·
Untuk mempercepat pertumbuhan, Indonesia harus
mengandalkan perluasan ruang fiskal dalam jangka pendek, sambil memperkenalkan
reformasi untuk memfasilitasi investasi dan mengurangi biaya berusaha untuk
jangka menengah.
·
Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan PDB
sebesar 5,1% untuk tahun 2016, dan 5,3% untuk tahun 2017. Proyeksi ini lebih
rendah 0,2% dari proyeksi bulan Desember, akibat kondisi eksternal yang lebih
lemah dari perkiraan awal, serta kemungkinan pertumbuhan pendapatan rendah yang
bisa menjadi hambatan bagi rencana pemerintah untuk meningkatkan belanja.
·
Berkurangnya subsidi bahan bakar minyak, yang
setara 20% belanja pemerintah pusat pada tahun 2014, menciptakan ruang fiskal
untuk melakukan investasi publik yang besar – investasi pemerintah pusat naik
42% tahun-ke-tahun pada tahun 2015 – untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
·
Namun, pendapatan akan lebih rendah dari sasaran
APBN 2016, akibat harga minyak dan gas yang lebih rendah dari perkiraan.
Menjaga belanja modal akan memerlukan defisit fiskal di atas 2,8% dari PDB dan
memangkas pengeluaran yang bukan prioritas.
·
Perluasan fiskal saja tidak bisa menaikkan
pertumbuhan menjadi di atas 5%. Hal ini akan bergantung pada perbaikan
aktivitas sektor swasta, khususnya investasi.
·
Pertumbuhan konsumsi masyarakat tetap moderat
pada kuartal terakhir tahun 2015, sementara pendapatan dari manufaktur dan
ekspor komoditas terus turun.
·
Pulihnya ekonomi Indonesia akan bergantung pada
kebijakan untuk memperbaiki iklim usaha, menarik investasi swasta yang lebih
banyak, serta diversifikasi ekonomi.
·
Isu-isu lain yang dibahas edisi kali ini
mencakup: reformasi sektor logistik Indonesia yang berperan penting bagi
membangun daerah tertinggal serta diversifikasi ekonomi; transisi ke energi
berkelanjutan yang bisa didukung penyesuaian harga, regulasi, dan kebijalan
investasi; juga naiknya dukungan publik untuk membuat kebijakan agar membalik
tren pengentasan kemiskinan yang melambat serta naiknya ketimpangan.
2.
Belanja Pemerintah Mendorong Pertumbuhan
Indonesia
Bank Dunia: Diperlukan
Lebih banyak Investasi Swasta Demi Perbaikan Ekonomi
Belanja pemerintah untuk infrastruktur telah mendorong
pertumbuhan bergerak perlahan, diperkirakan mencapai 5,1 % untuk 2016, menurut
laporan terbaru Bank Dunia.
Tapi pertumbuhan pendapatan yang lebih lemah dari yang
diperkirakan dan terus menurunnya harga komoditas menimbulkan risiko bagi
kelangsungan investasi pemerintah. Karena itu kehadiran investasi swasta sangat
diperlukan untuk perbaikan ekonomi, menurut laporan Indonesia Economic Quarterly (IEQ) edisi Maret 2016.
“Indonesia masih menikmati angka pertumbuhan yang rata-rata
lebih tinggi dari kebanyakan negara pengekspor komoditas lain, akibat
melambatnya pertumbuhan global. Tapi pertumbuhan di bawah 6 persen tidak cukup
untuk menampung 3 juta anak muda Indonesia yang memasuki pasar kerja setiap
tahunnya,” kata Rodrigo A. Chaves,
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia. “Perbaikan yang lebih
tangguh butuh investasi swasta yang kuat dan reformasi kebijakan yang
komprehensif dan keberlanjutan guna memperbaiki iklim usaha.”
Investasi oleh pemerintah pusat bertambah pada tahun 2015,
sebesar 42 persen tahun per tahun pada 2015. Sebaliknya, pertumbuhan investasi
sektor swasta tetap di bawah harapan.
Belanja konsumen bertumbuh, namun tidak secepat beberapa tahun
yang lalu, seiring dengan tingginya inflasi harga makanan memangkas belanja.
Volume ekspor dan impor terus menurun, dan pendapatan ekspor berkurang 14,4
persen dari angka 2014. Pendapatan minyak dan gas berkurang 42 persen
tahun-per-tahun (year-on-year), pendapatan batubara berkurang 26,5 persen dan
pendapatan minyak sawit berkurang 19,3 persen.
Penurunan harga komoditas yang terus terjadi ini mengingatkan
pentingnya diversifikasi ekonomi menuju sektor manufaktur dan jasa, khususnya
pariwisata, yang dapat menyediakan pekerjaan dengan gaji dan ketrampilan yang
lebih tinggi. Namun sektor manufaktur juga ikut terkena imbasnya, dengan ekspor
menurun di angka 13,4 persen tahun per tahun, dan pembangunan infrastruktur
untuk pariwisata tidak memadai.
“Indonesia punya banyak industri yang dapat meningkatkan laju
pertumbuhan, termasuk manufaktur,” kata Ndiame Diop, Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia. “Tapi
sektor-sektor ini menghadapi banyak tantangan regulasi. Pemerintah tengah
menjalankan berbagai reformasi dalam enam bulan terakhir ini. Namun beberapa
langkah tambahan mungkin dapat meyakinkan para investor dan memperkuat upaya
investasi.”
Edisi terbaru laporan
triwulanan IEQ, berjudul Private Investment Is Essential, memaparkan
berbagai langkah tambahan yang dapat dilakukan pemerintah selanjutnya demi
memfasilitasi investasi. Contohnya, menurunkan syarat modal untuk perusahaan
logistik; pengadaan sistem pemantauan untuk peraturan-peraturan perdagangan;
dan koordinasi lembaga serta sosialisasi masyarakat yang lebih baik mengenai
akses keuangan.
Lebih banyak investasi sektor swasta diperlukan, mengingat
hambatan yang dihadapi pendapatan negara akibat penurunan pendapatan minyak dan
gas yang pada tahun 2015 mencapai hanya 1,2 persen dari PDB (Pendapatan
Domestik Brutto), dibandingkan dengan 3,4 persen pada PDB di tahun 2012. Tahun
lalu rasio pendapatan ke PDB menurun ke angka 13,0 persen.
Untuk meningkatkan pendapatan, pemerintah telah menjalankan
beberapa reformasi kebijakan pajak, memperkuat manajemen pajak dan berinvestasi
pada sistem teknologi informasi dan manajemen data. Tapi dampak dari perubahan
kebijakan ini tak akan terjadi cepat.
IEQ edisi bulan Maret 2015 ini juga memuat analisa mendalam
mengenai biaya logistik yang tinggi di Indonesia dan upaya yang dapat dilakukan
guna menurunkannya. Laporan tersebut juga memaparkan dampak positif seandainya
kebijakan harga energi terbarukan memberi insentif guna efisiensi, produksi dan
pemanfaatan energi terbarukan.
Terakhir, laporan IEQ ini membahas persepsi masyarakat tentang
meningkatnya ketimpangan di Indonesia. Koefisien Gini di Indonesia ini berada
di angka 41, naik tajam dari angka 30 pada tahun 2000. .
Tahun 2016, Titik Balik
Pemulihan Ekonomi
Tahun 2016 diharapkan menjadi tahun titik balik pemulihan
ekonomi nasional. Hal-hal yang bersifat mendasar telah disiapkan sepanjang
tahun 2015.
Menurut Presiden Joko Widodo, Indonesia menyongsong tantangan
dan peluang di 2016. Pengalaman berharga sepanjang 2015 menjadi modal berharga
untuk menghadapi tantangan baru di tahun depan.
"Tahun ini pemerintah telah membangun fondasi yang kuat
dalam politik anggaran. Pemerintah juga telah mengalihkan subsidi bahan bakar
minyak untuk program yang bermanfaat bagi rakyat. Yang tidak kalah penting,
pemerintah telah mengubah haluan pembangunan menjadi Indonesia sentris, bukan
Jawa sentris, yaitu memulai pembangunan dari daerah terdepan dan
tertinggal," kata Presiden Joko Widodo saat memimpin sidang kabinet
paripurna, Rabu (23/12/2015), di Kantor Presiden di Jakarta.
Tahun 2015, kata Presiden, Indonesia menghadapi dampak
pelambatan ekonomi dunia, harga komoditas yang turun, kebakaran hutan dan lahan
gambut, serta nilai tukar rupiah yang merosot.
Namun, tantangan dapat dilewati dengan baik. Pemerintah mampu meraih pencapaian penting, antara lain percepatan pembangunan jalan tol dan pembangunan jalur kereta api bandara.
Namun, tantangan dapat dilewati dengan baik. Pemerintah mampu meraih pencapaian penting, antara lain percepatan pembangunan jalan tol dan pembangunan jalur kereta api bandara.
Secara terpisah, ekonom senior Kenta Institute, Eric Alexander
Sugandi, menyebutkan, tahun 2015 menjadi tahun konsolidasi bagi pemerintahan
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sejumlah terobosan sudah dilakukan kendati tidak
berlangsung optimal akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi.
"Setahun ini arahnya sudah benar, yakni deregulasi.
Reformasi fiskal dan anggaran juga dilakukan, antara lain mengubah alokasi
subsidi bahan bakar minyak. Hal ini berdampak besar terhadap anggaran,"
kata Eric di Jakarta, Jumat.
Presiden menyebutkan, dirinya telah memerintahkan agar
anggaran yang didelegasikan ke kementerian dan lembaga negara segera direalisasikan
pada awal 2016 untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Sekali lagi saya minta para menteri, terutama yang
mendapatkan alokasi dana besar dari APBN, harus mempercepat penyerapan anggaran
di awal 2016 untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi 2016 berada pada kondisi yang sesuai dengan yang kita
rencanakan, sekitar 5,3 persen," kata Presiden.
Fokus
Ke depan, pemerintah tetap fokus pada indikator penting berupa
pertumbuhan ekonomi, pengendalian inflasi, penanggulangan kemiskinan,
penyerapan tenaga kerja, serta mengatasi pengangguran dan menekan kesenjangan
ekonomi.
Seusai sidang kabinet paripurna terakhir di 2015 itu,
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan, Presiden tetap akan melanjutkan
paket deregulasi. Hingga kini, sudah ada delapan paket kebijakan ekonomi
pemerintah. Kementerian Bidang Perekonomian diminta menyiapkan paket deregulasi
sepanjang 2016. .
"Prinsipnya, pemerintah menyiapkan paket deregulasi yang baik sehingga membuat pemodal nyaman berinvestasi dalam jangka panjang," kata Pramono.
"Prinsipnya, pemerintah menyiapkan paket deregulasi yang baik sehingga membuat pemodal nyaman berinvestasi dalam jangka panjang," kata Pramono.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution
menyebutkan, salah satu fokus perhatian pemerintah adalah menyederhanakan
42.000 aturan yang menghambat iklim investasi. Regulasi itu tidak hanya terkait
pemerintah pusat, tetapi juga penyederhanaan aturan di tingkat daerah.
Menurut Eric, pemerintah bisa menggenjot pembangunan
infrastruktur pada 2016. Hal ini didukung dengan strategi jangka panjang yang
konsisten, berupa transformasi struktural.
Namun, Eric juga mengingatkan agar pelaksanaan APBN 2016 harus
lebih realistis. APBN Perubahan yang akan dibahas pada awal tahun depan harus
mencerminkan kondisi riil, misalnya terkait penerimaan negara. .
"Fundamental ekonomi Indonesia tidak terlalu jelek. Pertumbuhan ekonomi 5,2 persen bisa dicapai pada 2016," katanya.
"Fundamental ekonomi Indonesia tidak terlalu jelek. Pertumbuhan ekonomi 5,2 persen bisa dicapai pada 2016," katanya.
Dalam asumsi makro APBN 2016, pertumbuhan ekonomi ditargetkan
5,3 persen dengan inflasi 4,7 persen. Adapun nilai tukar rupiah Rp 13.900
per dollar
AS. (NDY/IDR)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26
Desember 2015, di halaman 1 dengan judul "Tahun 2016, Titik Balik
Pemulihan Ekonomi".
SUMBER DATA :