OTONOMI DAERAH
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu , auto berarti
sendiri,nomosberarti rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan
demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata
ekonomi dengan kata daerah,maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri”
mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau
menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan
yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan
hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu
sebagai berikut:
ü
Pemerintah daerah
yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
ü
Penyelenggaran urusan
pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam
prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.
ü
Pemerintah Daerah itu
meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti Lurah,Camat serta
Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
ü
DPRD adalah lembaga
pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi
penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
ü
Otonomi daerah adalah
wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur
sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang
berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
ü
Daerah otonom adalah
suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang
dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri
namum sesuai dengan sistem NKRI.
ü
Di dalam otonomi
daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia
sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
B. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1.
Dasar Hukum
Tidak hanya
pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang
pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1)
Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2)
Undang-Undang No.32
Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3)
Undang-Undang No.33
Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai
dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja
yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi
tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar
dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2.
Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang
menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a.
Asas Otonomi\
Berikut ini ada beberapa asas
otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
ü
Asas tertib
penyelenggara negara
ü
Asas Kepentingan umum
ü
Asas Kepastian Hukum
ü
Asas keterbukaan
ü
Asas Profesionalitas
ü
Asas efisiensi
ü
Asas proporsionalitas
ü
Asas efektifitas
ü
Asas akuntabilitas
b.
Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi
akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan
adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di
Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah.
c.
Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara
adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini
sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang
yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik”
dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik
yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan
jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan
oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa
banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan
diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu
proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
C.
Dampak Otonomi Daerah
1)
Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi
daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh
lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah
pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah
serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
2)
Dampak Negatif
Dampak negatif
dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah
daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan
daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan
pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah
dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi
ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka
pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah,
selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah
pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam
melakukan korupsi dengan APBD :
1)
Korupsi Pengadaan
Barang, Modus :
-
Penggelembungan (mark
up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
-
Kolusi dengan
kontraktor dalam proses tender.
2)
Penghapusan barang
inventaris dan aset negara (tanah), Modus :
-
Memboyong inventaris
kantor untuk kepentingan pribadi.
-
Menjual inventaris
kantor untuk kepentingan pribadi.
3)
Pungli penerimaan
pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.Modus
:
-
Memungut biaya
tambahan di luar ketentuan resmi.
4)
Pemotongan uang
bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo),
Modus :
-
Pemotongan dana
bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja)
5)
Bantuan fiktif, Modus
:
-
Membuat surat
permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
Daftara Pustaka:
1) Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek
Otonomi Daerah di Indonesia, a. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
2) DR. Kaloh J, 2007, Mencari
Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal Dan
Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.